Pernahkah Kau Merindukan Seseorang Yang Kau Benci?


Pernahkah Kau Merindukan Seseorang Yang Kau Benci?

Suatu hari ada seorang teman yang bertanya pada saya, pernahkah saya kehilangan seseorang? Pernahkah saya merindukan seseorang? Tentu jawaban yang paling logis adalah "Ya, saya pernah mengalami semua itu". Kemudian pertanyaan itu tak berhenti hanya sampai disitu saja, ia pun kembali bertanya " Apakah Anda tidak ingin kembali ke masa tersebut bersama orang yang Anda rindukan? " Pertanyaan ini mulai spesifik bagi saya, namun saya masih berfikiran baik. " Tergantung, seberapa rindu dan siapa orang tersebut ". Kemudian ia berfikir.

Dua hari kemudian ia kembali menemui saya, ia menyapa saya dan kemudian kita sempat berbincang-bincang. Dalam perbincangan kami, ia pun kembali mengajukan pertanyaan sembari bercerita. Demikianlah sebuah ceritanya..


Pernahkah Kau Merindukan Seseorang Yang Kau Benci?



' Bila Anda memiliki banyak teman namun kemudian ada beberapa teman yang dekat dengan Anda dan juga Anda percayai, beberapa tahun Anda berteman. Anda tahu baik dan buruk teman Anda, Apakah yang akan Anda lakukan bilamana ditahun yang tak pernah Anda sangka teman-teman Anda kemudian mengkhianati Anda? Apa yang akan Anda lakukan bilamana Anda mengetahui orang yang telah Anda percayai menusuk Anda dari belakang? Dan bilamana beberapa teman yang Anda percaya itu merupakan teman yang Anda anggap paling baik namun ternyata mereka tidak menyukai Anda, apakah yang akan Anda lakukan? '

Beberapa waktu  lamanya saya terdiam, tergugu dengan beberapa pertanyaan dan cerita singkatnya. Apa dan bagaimana perasaan saya ketika mengalami hal tersebut? Saya pun mulai bimbang. Saya mengajukan sebuah pertanyaan, " Apakah ini merupakan pengalaman Anda? " Saya perhatika n wajahnya, ia tengah berfikir seperti  menimbang-nimbang sesuatu. Kemudian ia pun menjawab " Bukan, ini adalah pengalaman teman saya". Saya pun bingung hendak menjawab bagaimana, begitu tahu darinya mengenai cerita tersebut dan begitu pertimbangan yang matang untuknya menjawab, mungkinkah ini hanyalah pengalaman temannya pribadi? ' Positif, positif.. ' kata saya dalam hati.

" Baik, saya akan menjawab beberapa pertanyaan Anda.. Saya kurang bisa mempercayai seseorang, karena satu hal saya yakini bahwa manusia dapat berubah. Mungkin saat ini didepan Anda ia baik, namun dibelakang Anda? Semua itu belum tentu sama. Jadi bilamana Anda menanyakan pendapat saya, tentu bila orang tersebut bisa sampai saya percayai maka begitu besar dan dekat saya mengenalnya. Akan tetapi bila orang tersebut melukai saya, maka saya tak akan pernah kembali kepadanya. Cobalah perhatikan gambar dibawah ini, lebih baik kita sendiri namun bercahaya dan terang dari pada kita harus berkumpul namun membuat suatu warna gelap. Pahamkah Anda akan maksud saya? " Kata ku sembari menunjukkan sebuah gambar. Ia memperhatikannya dengan seksama.



" Ini bukanlah gambar yang menarik, ini seperti hanya sebah background saja namun berwarna coklat dan abstrak. Oke saya mencoba memahami maksud Anda. Lalu jadi saya harus menyarankan teman saya untuk tidak kembali bersama teman-temannya? Bila Anda sendiri, mungkin kah Anda akan merasakan rindu? " Tanyanya kembali memberondong sembari melihat gambar itu dengan lebih teliti. Mungkin ia tengah menelaah setiap perkataan saya. Saya pun kembali berfikir.

"hmmm... "hmmm" saya berdeham. " Apapun saran Anda itu hanyalah sebuah saran. Bilamana Anda ingin menyampaikan saran seperti itu silahkan. Namun semua keputusan berada di tangan teman Anda. Bilamana Anda bertanya kembali pada saya mungkin saya akan menjawab tidak. Mungkin saya tidak akan pernah merindukan orang yang telah menusuk saya dari belakang. Baik, izinkan saya menceritakan sesuatu " Ia pun mengangkat kepalanya menghadap saya.
" Dahulu, semasa saya sekolah, saya pernah memiliki beberapa teman yang begitu dekat dan kami cukup akrab. Ia tahu saya dan saya tahu mengenainya meski ada beberapa hal yang tentu tidak akan pernah kami ketahui. Saya percaya padanya dan dia *mungkin* juga percaya pada saya. Namun seiring berjalannya waktu, kurang lebih 4 tahun kami saling mengenal, dan ketika itu kami dihadapkan oleh suatu masalah. Saya mendapatkan beberapa terpaan angin yang begitu dahsyat. Namun Anda tahu? Di atas langit masih ada langit, dan diatas tornado, masih ada beberapa kawan lainnya yaitu angin puting beliung dan lain-lain. Cobaan itu saya dapatkan begitu cepat dan yang paling membuat saya terpukul adalah tak ada pembelaan dari teman-teman baik saya itu. Tahukah Anda, kemana mereka semua pergi? Mereka meninggalkan saya bagaikan Rasul Petrus yang menyangkal Yesus sebanyak 3x. Mereka justru mendorong saya agar diterpa angin bukan menarik saya. Hati saya seperti ditusuk oleh pisau yang begitu tajam. Saya terdiam termanggu oleh semua sikap dan juga perlakuan mereka terhadap saya. Namun bencikah saya terhadap mereka? Tidak. Tuhan tidak mengajarkan saya untuk menjadi seperti demikian. Saya pun membangkitkan semangat untuk tegar, saya tetap memandang kedepan dan berproritaskan satu hal yaitu diri saya sendiri. Untuk itu kembali saya sadar, pentingnya hati hati terhadap manusia disekitar kita. " saya berhenti untuk kembali mengingat, ia terus memperhatikan saya. " Seiring berjalannya waktu semua aktivitas saya kembali seperti biasa. Kangen? Tidak, justru ketika saya tau betapa kejam orang-orang disekitar saya, saya tak lagi pernah merasa kangen. Munafik bilamana biasa ia setuju dan kemudian semua itu berubah. Biasa kita tertawa dan kemudian berubah. Munafik oh munafik " kata saya padanya dengan penuh emosi, namun sesaat kemudian saya pun mengendurkan otot saya dan mengatakan maaf. " Maaf atas sikap saya dalam bercerita". Dia menggeleng, " tak apa, ini biasa terjadi pada beberapa orang dan saya dapat memahaminya. Baiklah, mungkin sampai disini dahulu, boleh saya pamit? Kebetulan sudah pukul 9 lewat, saya ada janji dengan klien" Saya mengangguk dan kami pun mengucapkan salam. Dalam hati saya memaki-maki diri saya sendiri, mengapa hingga kini belum juga saya dapat mengontrol diri dengan baik? fiuhhh..

" Tak lagi kurindukan dunia yan fana, ku miliki segala yang ingin aku miliki, ku raih segala bintang dilangit, aku bangga atas diriku, namun bukan berarti aku tak memerlukan orang lain disamping atau disekitarku, hanya aku membatasi diri dengan mereka. Aku takut ketika kulit ku kembali bersentuhan dengan mereka kemudian segala cercaan dan juga amarah bahka kotoran tai pun dilemparkan kemukaku. Begitu kejam manusia dan begitu pengecut hai manusia yang tak berani mengungkapkan segala hal didepan orang tersebut. Kini ku miliki segalanya. Masa depan telah terbentang di hadapanku dan tak akan lagi ku tengok masa lalu. Biarlan semua telah ku bakar bersama kenangan dalam sebuah kobaran api yang menyala-nyala begitu terang. Semua kan ada waktunya dimana aku akan tersenyum memandang langit dan tak lagi ku titikkan air mata ketika abu kenangan itu singgah didepan mataku. Mungkin bilamana ada orang yang mengatakan jari tak lagi bertulang mungkin benar adanya, karena kini aku tak lagi mampu menulis dengan baik, ketika ku ingin menulis 1 bisa menjadi 9 sungguh sebuah jari yang tak bertulang mungkin inilah waktunya ku menjadi dewasa untuk mengetahui bagaimana orang yang tak lagi bertulang hingga semua salah dan semua yang benar tersilaukan oleh cahaya matahari dalam kegelapan. "


Untukmu, Bangka 2012

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Pernahkah Kau Merindukan Seseorang Yang Kau Benci?

0 komentar:

Post a Comment